Abstrak |
Mengkaji eksistensi hukum adat dalam praktik penyerahan tanah perseorangan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Belu. Dalam praktik ini, masyarakat adat menyerahkan hak atas tanah mereka kepada pemerintah berdasarkan hukum adat, dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati secara bersama. Proses penyerahan ini tidak melibatkan pembayaran uang tunai, melainkan lebih menekankan pada pertukaran sosial yang saling menguntungkan, seperti pemberian pekerjaan bagi keluarga pemilik tanah dan pembangunan fasilitas umum yang bermanfaat bagi komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana hukum adat diakui dan diterapkan dalam proses penyerahan tanah, serta mengevaluasi kemungkinan pendaftaran tanah yang diserahkan secara adat agar diakui sesuai dengan hukum nasional. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan jenis penelitian yuridis sosiologis dan non-doktrinal. Data dikumpulkan melalui wawancara dan dokumentasi dari sumber primer, sekunder, dan tersier, yang dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa penyerahan tanah di Kabupaten Belu lebih banyak dilakukan melalui perjanjian adat, yang meliputi kesepakatan timbal balik tanpa uang tunai tetapi dengan manfaat sosial dan dukungan pekerjaan bagi keluarga pemilik tanah. Penyerahan melalui hukum adat tidak dapat langsung didaftarkan sebagai milik pemerintah, sementara penyerahan berdasarkan hukum nasional mengakibatkan pelepasan hak penuh. Hasil penelitian ini juga didukung oleh teori resiprositas Soerjono Soekanto yang menunjukkan bahwa hubungan timbal balik dalam hukum adat menciptakan keterikatan sosial yang kuat antara pemilik tanah dan pemerintah. Dalam kerangka teori social exchange Charles P. Loomis, praktik ini menggambarkan pertukaran yang setara antara pihak-pihak yang terlibat, yang tidak melibatkan uang tunai tetapi mengutamakan manfaat sosial. Hukum adat memainkan peran penting dalam pengaturan hubungan sosial, namun penyerahan tanah memerlukan hukum nasional untuk memastikan kepastian hukum atas status kepemilikan. Undang Undang No. 2 Tahun 2012 memungkinkan penggantian selain uang, tetapi pendaftaran tanah formal diperlukan agar sah secara nasional. Hukum adat berperan dalam pengelolaan tanah adat dan menyediakan opsi legal bagi masyarakat adat dalam pembangunan infrastruktur. Hasil penelitian menyarankan harmonisasi antara hukum adat dan nasional untuk melindungi hak masyarakat adat dan mendukung kelancaran pembangunan.
|